HABAKITA – Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ahmad Mirza Safwandy, memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah, tidak akan berdampak pada pelaksanaan Pilkada di Aceh.
Mirza menjelaskan bahwa Aceh memiliki aturan khusus yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016. Aturan ini berbeda dengan yang diuji di MK.
“Yang diuji di MK adalah Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, sementara di Aceh yang berlaku adalah Pasal 91 ayat (2) UUPA dan Pasal 22 ayat (1) Qanun 12/2016,” ujar Mirza pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Di Aceh, untuk mengajukan calon kepala daerah, partai politik atau gabungan partai politik harus mendapatkan minimal 15 persen dari jumlah kursi DPRA atau DPRK, atau dari akumulasi perolehan suara sah pada Pemilu terakhir. Ini adalah syarat yang sudah diatur oleh UUPA dan Qanun Aceh.
Sementara itu, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 memungkinkan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap bisa mengajukan calon kepala daerah jika memenuhi persyaratan suara tertentu. Namun, menurut Mirza, ketentuan ini tidak berlaku di Aceh karena Aceh memiliki regulasi sendiri yang berbeda.
“Di Aceh, aturan tetap mengacu pada UUPA dan Qanun yang mensyaratkan 15 persen akumulasi suara sah,” tegasnya.
Keputusan KIP Aceh Nomor 17 tahun 2024 juga menegaskan bahwa pencalonan kepala daerah oleh partai politik atau partai politik lokal harus memenuhi syarat 15 persen dari akumulasi suara sah, tanpa harus memiliki kursi di DPRD.
“Keputusan ini diambil berdasarkan aturan yang berlaku di Aceh, sehingga pelaksanaan Pilkada tetap sesuai dengan ketentuan lokal,” tutup Mirza.[]